#Yui#
“Apa ini akhir dari hidupku?
Mati di tangan temanku sendiri?” pikirku dalam hati dan Rea pun mendorongku
hingga membentur tembok dan mengarahkan pisaunya ke perutku. Aku menutup mata,
sreeettt…ternyata rea tak mengarahkan pisau itu ke perutku namun ke tembok yang
berada disebelah kiri perutku. Rea melepaskan tangan kirinya dari bahuku dan
melepaskan pisau yang berada di tangan kanannya. Ia berbalik menghadap ayah dan
anak buahnya.
“Aku tidak akan melakukan
hal itu. Karna materi aku kehilangan sosok orang tua dan hanya karena dirimu,
aku tidak mau kehilangan sosok teman.”katanya membuatku terharu, kali ini ia
benar-benar membuka hatinya untuk kami, aku sangat senang mendengarnya. “Ciihh,
benar-benar menggelikan! Baik, kalau itu pilihanmu, kalian tidak akan bisa
keluar hidup-hidup. Bunuh mereka.” perintahnya pada orang menyeramkan itu. “Dengan
senang hati.” balasnya dengan senyuman setan.
“Riu kau jaga Akemi dan bawa
dia keluar dari sini. Dan kau Miuji, bawa Yui keluar disini dengan selamat.”
Katanya tiba-tiba. “Lalu bagaimana denganmu?” Tanya Riu dengan ekspresi bingung.
“Aku bisa mengatasinya sendiri. Tak ada waktu berdiskusi, lakukan perintahku!”
perintahnya dengan nada sedikit keras. Riu hendak menolak namun Miuji memegang
bahu Riu hendak menahan, “itu jalan terbaik”kata Miuji pelan. aku hanya
memandang khawatir “Berjanjilah kau akan keluar dengan selamat.” kataku pada Rea
dan diapun hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum padaku.
“Kalian pikir kalian bisa
keluar dari sini.” kata pria menyeramkan itu, Riu mengendong Akemi dan mengikat
tangan dan kaki Akemi dengan robekan bajunya agar mudah untuk melawan musuh
sedangkan Miuji datang kearahku dan memegang tanganku. ”Jangan jauh-jauh
dariku.” katanya tanpa ragu, akupun hanya menganggukkan kepalaku. Orang-orang
besar itu maupun orang menyeramkan itu datang menyerang kami. Dengan lincah
Miuji memukul orang besar yang menghalangi kami, aku berusaha mencari suatu
barang yang bisa dijadikan senjata namun aku tak menemukannya. Tak ku sadari
pria yang lainnya hendak memukulku namun dapat dihadang oleh Miuji dengan
menendangnya kuat, iapun menarik tanganku mengajak pergi. Bugghh…seorang pria
menendang punggung Miuji dari belakang sehingga membuat Miuji jatuh ke lantai,
aku terkaget dan pria itu juga hendang memukulku, namun aku dapat menghindar
dari pukulannya hingga membuatku terjatuh kelantai. Saat pria itu hendak
menginjakku, Rea datang dan menghalangi pria itu “Miuji, cepat bawa Yiu pergi
dari sini sekarang.” katanya cepat. Miujipun menarik tanganku dengan manahan rasa
sakit dipunggungnya dan untungnya kami dapat meloloskan diri dari ruangan itu,
dengan sekuat tenaga kami berlari dari kejaran 3 pria besar itu.
#Riu#
Memang cukup sulit bergerak
dengan mengendong Akemi, namun aku akan berusaha agar Akemi tidak terluka.
Dengan mengeluarkan segenap tenagaku, aku berlari dan menghindari pria bertubuh
besar itu. Namun seseorang pria dari arah kananku dapat memegang lenganku dan
mendorong tubuhku kebelakang, dengan keras aku berusaha agar Akemi tidak
tergencet. “Sial! Ini tidak adil, 4 petarung amatir + 1 orang sekarat melawan 6
pria cukup berpengalaman bertarung + 1
orang tua menyebalkan (ayah Rea dan Yui). Tentu saja mereka menang.” kataku
dalam hati, “Perlu strategi yang bagus untuk mengecoh mereka.”lanjutku.
“Kau takut?” kata pria besar
itu, “Hanya sedikit berat.” kataku cengengesan sambil menunjuk Akemi. “Kalau
begitu buang saja dia.” katanya tak berperasaan. “oooo….tidak bisa” kataku
dengan sedikit melawak. “Kalau begitu, kau dan dia harus siap mati.” katanya
terakhir dan ia pun hendak menyerang namun dengan lumayan cepat aku menghindar
kesamping “eiitss, itu juga tidak bisa om.” kataku lagi dengan sok cool. “om?
Sejak kapan aku menikah dengan bibimu!” katanya marah dan hendak memukulku,
namun aku tangkis dan menendangnya dengan keras. “Aku juga ga sudi punya om
kayak…om?!” kataku meledek, pria itu bangkit namun sekarang ia tak sendiri, ia
bersama temannya. “ga gentle amat sih, om. Aku kan sendirian masak om berdua?!”
kataku meledek, mereka tak menghiraukan ledekanku dan menghajarku berbarengan,
aku berhasil menghindari satu orang, namun tidak untuk yang satunya lagi, ia
berhasil memukul mukaku dan membuatku tersungkur ketembok, dengan posisi tubuh
depan yang tergenjet tembok.
2 pria itu hendak
menghabisiku, namun Rea datang diwaktu yang tepat, ia memakai kursi roda Akemi
untuk memukul salah satu dari pria itu dan membuat pria itu terjatuh ke lantai.
Sementara pria yang satunya lagi ditendang dengan gaya silat hingga kepalanya
membentur tembok dan pingsan, *badan gede kok kalah lawan cewek?*. “Cepat
lari.” katanya singkat dan membantuku bangun, aku melihat sekitar dan tak
melihat Miuji dan Yui, aku rasa mereka sudah berhasil keluar duluan. Rea
menarikku keluar kearah pintu namun dihadang ole pria menyebalkan yang menculik
Yui.
“Kalian tidak bisa pergi
dengan semudah itu.”katanya dengan senyum meremehkan. Rea melepaskan genggaman
tangannya dari tanganku, “Saat ada kesempatan cepat lari dari sini.” katanya
lagi. “lalu kau?” tanyaku bingung. aku akan menyusul, “tapi..”kataku, belum
selesai aku bicara, ia menyelanya “Ikuti saja perintahku. Kau harus menyelamatkan
Akemi dahulu.” katanya dan akupun tak bisa membantahnya lagi dan mengiyakan
dengan terpaksa.
“Sudah selesai diskusinya?” kata
pria itu menjengkelkan, Rea dengan cepat memukul pria itu namun dapat
ditangkisnya, dan mendorong Rea jatuh kelantai, sementara itu pria menyebalkan
itu datang kearahku, tak ku sangka refleks Rea sangat cepat, ia mengayunkan kakinya, hendak menyandung kaki
pria menyebalkan itu dan berhasil, pria itu terjatuh sebelum berhasil
menyerangku. Aku berlari kearah pintu namun orang tua itu menghalangiku, ia
hendak menonjok mukaku, namun tentu saja pria muda sepertiku lebih kuat dari
pada orang tua seperti dia. Aku berhasil
memegang tangannya dan memelintir tangannya, namun ia tak mau menyerah ia gunakan
tangan yang satu lagi untuk memukulku dan saat itu Rea datang dengan pria
menyebalkan yang tak jauh di belakangnya. Rea menarik orang tua itu dan
mengarahkannya ke pria menyebalkan itu, sehinnga pria menyebalkan dan orang tua
itu terjatuh. Saat itu pula Rea mendorongku ke luar pintu. “Pergilah! jangan
kembali” katanya sambil menutup pintu. Aku terkejut, aku berusaha membuka
pintunya namun terkunci, aku mengedor-ngedor pintu itu namun tak disauti, tak
jauh dari arah kanan aku melihat seseorang mendekatiku, aku tak punya pilihan
lain selain pergi.
Aku berlari sekuat tenaga
sambil memegang Akemi yang sedang kugendong, saat aku hendak belok ke kiri
seseorang menarikku ke samping tembok, saat aku lihat ternyata Miuji. saat itu
juga aku lega, “Rea mana?” Tanya Yui khawati, aku terdiam sejenak dan memasang
ekspresi bersalah dan mereka tau maksud dari ekspresiku itu. Yui hendak berdiri
namun dapat dihentikan Miuji, “Kita harus keluar sekarang dan meminta bantuan
polisi.” katanya dengan serius. “Tapi Rea bisa mati.” katanya sambil menahan
tangis, “Dia gadis yang kuat. Dia pasti selamat.” kata Miuji mencoba menghibur.
“Lihat.” kata miuji sambil
mengarahkan pandangannya ke seorang pria besar yang sedang menelpon. “aku dan Riu
akan menyerangnya dan mengambil ponselnya. Sementara kau Yui, jaga Akemi
disini.” jelas Miuji. Akupun membuka ikatan tangan dan kaki Akemi dan
membiarkan Yui menjaganya. Kami bersiap untuk menyergap pria itu, dari belekang
Miuji menendang punggung pria itu hingga terjatuh dan aku menindih pria itu dan
menginjak kedua tangannya, aku memukul muka pria itu secara bertubi-tubi hingga
pingsan *adik”dirumah ga boleh meniru ini ya ^.^b* setelah berhasil merebut
telephone, kami menghampiri Yui. Kembali aku mengendong Akemi, sementara Miuji
mengandeng Yui sambil menelephone polisi. Dengan pelan-pelan kami bergerak
keluar agar tidak ketahuan.
#Rea#
Setelah aku berhasil
mengelak dari pria menyebalkan itu dengan menggoreskan pisau ke tangannya, aku
membantu Miuji dan Yui untuk keluar. Serta membantu Riu dan Akemi untuk
melarikan diri, setelah semua berhasil lolos,aku menutup pintu dan beralih melihat seisi ruangan. Dengan cepat
aku menemukan jendela yang tak terlalu besar namun cukup untuk ukuran badanku, sayangnya
posisi jendela itu cukup tinggi dan tertutup.
“Apa yang kaau lihat?” kata
pria menyebalkan itu, aku hanya terdiam tak menjawab pertanyaannya. “Kau
berusaha untuk mencari jalan keluar? setelah luka yang kau tinggalkan?jangan
harap bisa keluar hidup-hidup!” katanya marah dan berlari ke arahku dengan siap
membunuh. Ia memukulku, dengan cepat aku menangkisnya, namun pria itu memukul
bertubi-tubi seperti petinju sehingga membuatku kewalahan dan ia berhasil
memukul muka dan perutku. Aku terkulai di lantai menahan sakit, aku berhasil
bangun, namun pria itu sudah berada di depan mukaku, ia pun menendang perutku
sampai membuatku membentur tembok. Dia benar-benar tak memberi ampun.
Terasa nyeri dibagian perut
tak membuatku menyerah, aku berusah bangun dan pria itu hendak menghajarku
namun dengan tenaga yang tersisa, aku tangkis dan menendangnya menjauh dariku.
Aku berlari kearah kursi roda dan mengambilnya, akupun melemparnya kearah
jendela sehingga membuat kaca jendela itu pecah. “jadi kau ingin kabur lewat
sana? Tak akan ku biarkan?” kata pria itu menarikku jauh dari jendela dan
melemparku kelantai. Pria itu mengambil sesuatu dari balik celananya, ternyata
itu pistol.
“Sebenarnya, aku tak ingin
memakai ini. Namun kau yang memaksaku Rea” katanya dengan ekskpresi haus darah,
ia mengarakan pistolnya dan menarik pelatuknya. Syukurnya aku berhasil
menghindar dan berdiri. “Tidak apa-apa kan jika dia mati seperti ini, tuan?” tanyanya
pada ayah. “Lakukan sesukamu.” katanya tanpa ekskpresi. Ia menarik pelatuknya
dan menembakkannya kearahku, sungguh beruntung aku bisa menghindarinya lagi,
namun pipiku terluka akibat keserempet peluru. “Hampir saja.”kataku dalam hati.
”tak ada pilihan lain selain mengalahkannya dahulu.” lanjutku.
Aku berlari kearah kursi
roda yang sudah rusak akibat kubanting tadi dan aku melemparnya kearah pria itu, sehingga refleks pria itu
menghindar. Kesempatan itu aku pakai dengan baik untuk merebut pistolnya, aku
menendang tangannya dan membuat pistolnya terjatuh, sehingga membuatnya
terkejut dan hendak menendangku namun aku dapat menangkap kakinya dan mendorongnya
hingga terjatuh, akhirnnya akupun berhasil mengambil pistolnya. Dengan cepat
aku mengarahkan pistol itu kearah pria itu, hingga dia tak berkutik. Aku
menembaknya sekali dibagian lengan kirinya, iapun merasa kesakitan.
Aku pakai kesempatan ini
untuk kabur, aku memasukkan pistolnya ke sakuku kemudian aku mundur sedikit dan
melompat setinggi mungkin dan happp… tanganku dapat memegang bagian bawah
jendela, dengan cepat aku memanjat ke atas dan berhasil. Doorrr…belum sempat mengambil
ancang-ancang, sebuah peluru terasa menancap di kaki kananku sehingga membuatku
jatuh keluar tanpa arah. Dengan berusaha keras aku memegang pegangan dinding
rumah, namun tanganku tak kuat dan aku terjatuh kembali. Tepat sebelum jatuh,
aku jatuh di atas pohon besar hingga membuatku punggungku terbentur kayu pohon.
Dengan cepat aku menggunakan tangkai pohon menyangga tubuhku agar tak terjatuh
dengan keras. Aku menggelantung dengan kedua tanganku, namun karena tenaga telah
habis, akhirnya aku terjatuh ke tanah dengan posisi tertelungkup. Saat itu aku sangat
lelah, saking banyaknya luka ditubuhku aku tak dapat merasakannya, hingga aku
biarkan aku terkulai di atas tanah dan menutup mataku.
#Riu#
Dengan pelan-pelan namun
pasti kami dapat melewati rintangan, walau terkadang terpaksa melawan pria
bertubuh besar itu. Saat dekat dengan pintu keluar kami mendengar suara
tembakan berkali-kali, sehingga membuat kami sangat khawatir pada Rea. Tak
hanya sekali namun berkali-kali dan setelah itu terdengar suara kaca pecah,
kami mempercepat langkah kami sampai keluar pintu gerbang.
Dan ternyata sudah ada 2
pria yang menunggu kami disana. Dengan penuh perasaan aku menurunkan Akemi dan
bersiap menghajar kedua pria itu. Aku dan Miuji maju menghajar pria-pria itu habis-habisan.
Entah jurus apa yang kami gunakan, yang penting pria itu kalah. Namun tak
semudah itu, pria itu dapat melawan kami, kalau begini harus rencana B.
“Hei, itu seperti sirine
polisi bukan?” kataku tiba-tiba sambil berlagak mendengar sesuatu, “Tunggu
sebentar, coba aku dengar?” kata Miuji sambil memejamkan matanya mengikuti
permainanku, “Oh iya, itu suara sirine polisi.” katanya dengan meyakinkan. “Akhirnya
mereka datang juga.” Kataku pura-pura senang, “Jangan bermain-main, kami tak
mendengarkan apapun.” kata salah satu pria namun dengan ekskpresi sedikit
percaya. Tak lama kemudian…nuiinnggg…nuuuiiinnngg….nuuuiinngg… terdengar sirine
polisi, kami benar-benar beruntung. Awalnya hanya berbohong, ternyata itu benar
terjadi. Suara sirine itu membuat kedua pria itu panik dan kami menggunakan
kesempatan itu untuk menghajar mereka. Dan dengan kerja sama yang baik, kamipun
berhasil melumpuhkan mereka.
“Bawa mereka ketempat aman,
aku akan memastikan keadaan Rea” kataku pada Miuji, ia tak melawanku dan membawa
Yui dan Akemi pergi dari tempat itu. Tiba-tiba terdengar suara pistol sekali
lagi dan suara benda terjatuh, aku rasa sepertinya itu dari ruangan saat kami
disekap tadi. Akupun berlari kearah ruangan itu yang terletak di samping rumah
dan akupun melihat Rea sudah tergeletak tak berdaya. Dengan cepat aku
menghampirinya dan berusaha membangunkannnya.
“Rea…Rea…bangunlah…hei…bangunlah”
teriakku sambil sedikit menggoyang-goyangkan tubuhnya dan akhirnya ia membuka
matanya, walau sedikit namun aku sedikit lega dia masih hidup. Ia tersenyum
tipis lalu memejamkan matanya lagi, aku mengambil posisi untuk mengendongnya. Tak
disangka, dihadapan kami sudah ada pria menyebalkan dengan mengarahkan pistol
ke arah kami. Sedikit terkejut, namun tak ku perlihatkan padanya, aku mengambil
posisi melindungi tubuh Rea. “Kalau ingin membunuhnya cepat, waktu kita tak
banyak.” kata orang tua sialan itu. Aku tak percaya dia seorang ayah.
Pria itu hendak menarik
pelatuknya dan doorrr….aku memejamkan mataku, namun aku tak merasakan sakit.
Saat aku membuka mataku, aku terkejut pria itu jatuh ke tanah dengan memegang
kaki sebelah kirinya. Ternyata sebelum pria itu menembakku, Rea sudah menembak
pria itu duluan. Sirine polisi semakin keras, itu menandakan bahwa mereka sudah
dekat. “Tak ada waktu lagi. Kita harus pergi. Papah dia!” perintah orang tua
itu pada 2 pria besar disampingnya untuk
membantu pria menyebalkan itu bangun. “Lepaskan aku. Aku akan membunuh gadis
itu.” katanya menolak untuk dipapah, ia hendak mengambil pistol yang
terjatuh namun orang tua itu bersuara
keras “Kau ambil pistol itu, maka akan ku tinggal kau disini.” ancamya pada
pria menyebalkan itu, dengan terpaksa dia mengikuti perintah. Sebelum pergi, pria menyebalkan itu berkata “Jika kita bertemu lagi, maka saat itu pula
hidup kalian akan berakhir.” ancamnya dan mereka pun pergi meninggalkan kami.
~to be continue~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar