#Rea#
“wah wah…kalian berani
sekali datang kemari. Kali ini kami tak mengundang kalian, kenapa kalian
kesini?”kata seseorang pria dari arah belakang kami. suara itu cukup familiar
di telingaku, aku menoleh kearah sumber suara dan menemukan pria yang dulunya
pernah menyekap Yui,sedang berdiri dengan santai dan memasang eskpresi senyum
palsu. “bawa mereka masuk kedalam.” Perintah pria itu pada anak buahnya, Riu
hendak melawan namun dapat dihentikan, kamipun menurut untuk dibawa masuk
kedalam tanpa perlawanan.
Kami disekap disebuah kamar
yang aku rasa tempat ini memang digunakan untuk menyekap sandera. Aku terdiam
dipojok ruangan, termenung dalam pikiranku sendiri “Rea, kau baik-baik saja?
Jika kau punya masalah katakanlah pada kami.”kata yui khawatir. Aku diam tak
mengindahkan pertanyaannya, ia menarik tubuhku hingga kami bertatap muka
“dengar Rea, kita adalah teman. Kau adalah teman kami, maka cobalah untuk tidak
menanggung masalah sendirian.”katanya serius, “teman?”kataku pelan dan
berfikir, aku beralih dan menatap Riu dengan tajam.
“apa kau masih menganggapku
teman, jika ternyata orang tuaku berada dibalik semua ini? Apa kau masih
bersikap baik seperti ini jika adikmu akan mati di tangan orang tuaku?” tanyaku
pada Riu. “apa?”Tanya riu dengan ekspresi bingung “tempat ini adalah rumah
idaman keluargaku. Lambang bros itu diambil dari matahari kesukaan dari ibuku
dan bulan kesukaan ayahku.apa kau mengerti?” jelasku dengan rasa bersalah. Riu,
Yui dan Miuji menatapku tak percaya dan kemudian Riu menghampiriku dengan
tatapan marah, iapun menarik kerah bajuku sehingga jarak antar kami sangat
dekat.
Ia menatapku dengan marah
“hei, kau tau apa arti teman? Apa kau yang melakukannya? Kalau memang orang
tuamu yang melakukannya, mamangnya kenapa?!” teriaknya dengan nada yang cukup
keras. Aku hanya menatapnya terpaku tanpa bisa berbicara, lalu ia melepas
tangannya dari kerahku. “kau, miuji dan yui adalah temanku. jadi Rea, kali ini
kau bisa percaya pada kami.”katanya lebih tenang dan memunggungiku “itu benar,
kau tidak sendiri lagi Rea.”kata yui sambil memegang bahuku “dasar bodoh!”kata
miuji sambil memukul pelan kepalaku lantas ia tersenyum hangat padaku. “aku
tidak sendiri?”tanyaku dalam hati, aku hanya terdiam memikirkannya tiba-tiba
ada seseorang yang membuka pintu tersebut dan ternyata pria menyebalkan itu.
Dia datang dan
menghampiriku, “ ’orang itu’ ingin menemuimu, ikut aku!”perintahnya kemudian
berbalik pergi namun aku hanya diam diposisiku, ia menyadari aku tak
mengikutinya dan berbalik lagi ke arahku, kemudian ia menarikku paksa. Yui, Riu
dan Miuji hendak menghentikannya namun dihadang oleh laki-laki bertubuh besar
lainnya. Aku melepas genggaman pria itu dengan keras “lapaskan tanganku.” kataku
dengan tatapan tajam. “baiklah” Katanya
singkat ,ia pun melangkah pergi dari ruangan dan aku mengikutinya dari
belakang. “Rea” yui memanggil namaku dengan nada khawatir, “aku akan
kembali”kataku singkat dan akhirnya pergi.
Sekitar 3 menit kami
berjalan dan sampailah di ruangan yang dituju, saat pintu di buka aku melihat
seseorang pria berdiri menghadap jendela “kalian keluarlah. Aku ingin berbicara
berdua saja dengannya.” Kata pria itu, dalam hati aku bertanya “mungkinkah
dia…”
Sekarang tinggal aku dan
pria itu di ruangan ini, iapun membalikkan badannya “lama tak berjumpa
anakku..”sapanya dengan ekspresi yang aneh “ayah”kataku dalam hati dengan
sedikit terkejut.
“ohh…apa kau tak terkejut
bahwa ayahmu ini yang berada di balik semua ini?”tanyanya seperti meledek. “aku
sudah mengiranya.”kataku singkat, “wahh…benarkah?ternyata tanpa kamipun kau
tumbuh menjadi gadis yang sangat pintar.”katanya sinis. Aku hanya terdiam dan
menatapnya tajam “bagaimana kau bisa mengetahuinya?”Tanya pria itu penasaran.
Aku terdiam sejenak “lepaskan akemi. Untuk apa kau ingin membunuh orang yang
tidak memiliki harapan untuk hidup?”kataku mengalihkan pembicaraan. “bukan
hanya pintar menganalisa tapi kau juga pintar dalam mengelak”katanya sambil
tersenyum licik.
“tenang saja, gadis itu
belum mati..”belum selesai dia bicara aku sudah mencela perkataannya “tak cukup
kau membunuh orang tua gadis itu dan sekarang kau ingin membunuhnya juga?apa
yang kau incar?apa yang kau lindungi sekeras itu hingga kau menjadi pembunuh
berdarah dingin ayah??”tanyaku dengan nada keras. “ayah?hahaha..”katanya dengan
tertawa tak percaya “apa kau masih menganggapku ayah, Rea?”lanjutnya dengan
tampang menyebalkan, aku tak bisa menjawabnya karena aku juga bingung dengan
hatiku sendiri.
“itu salah mereka karena
ingin mengetahui hal yang tidak boleh mereka ketahui. Apa kau ingin tahu alasan
aku membunuh mereka Rea? Jika kau tahu mungkin kau akan bernasib sama dengan
mereka. Apa kau siap?” tanyanya mengancam. “aku tidak mengenalmu lagi? Wajahmu
mungkin wajah ayah namun sikapmu tidak seperti seorang ayah.”kataku sedih.
“haha…kau benar. Ayah yang kau kenal sudah mati sejak kakekmu memutuskan untuk
tidak mewariskan hartanya kepadaku. orang tua itu, telah salah memilihmu dan menjadikanmu
pemilik sah dari semua hartanya, akulah yang pantas memilikinya. Jadi jangan
salahkan aku pada apa yang terjadi padamu selama ini. ”katanya dengan licik.
“apa maksudmu?apa kau juga memanipulasi hidupku?”tanyaku bingung “bukan hanya
hidupmu namun hidup mati kakekmu dan juga ibumu.”katanya tersenyum seperti
setan.
“jadi, kau membunuh kakek
dan ibu?”tanyaku tak percaya “kakekmu bukan meninggal karena penyakitnya namun
akulah yang membuatnya sakit dan meninggal…”perkataannya itu membuatku mundur
kebelakang tak seimbang, “dan ibumu, dia belum meninggal. Hanya saja karena
mengetahui semua yang aku lakukan, dia menjadi sedikit tidak waras.”lanjutnya
dengan tertawa pelan. “kalau kau membenci aku dan ibu, kenapa kau membeli rumah
ini dan kenapa kau memakai lambang matahari dan bulan?”Tanyaku tak sabar. Dia terdiam
sejenak seakan berfikir sesuatu, “rumah ini sudah ku beli bertahun-tahun lalu,
saat kau menginginkannya dan lambang itu melambangkan kekuasaan dari setiap
harinya. Jadi jangan pernah berfikir itu semua karena kalian. Kau sungguh naif,
Rea” jelasnya, membuatku terdiam tak percaya akan semua ini sekaligus perasaan
yang hancur.
“ada apa rea?kenapa kau diam
saja?hahaha…kali ini, apa kau terkejut?”tanyanya dengan tertawa penuh
kemenangan. Aku menarik napas dalam-dalam dan mengepalkan tanganku erat, “lalu
bagaimana dengan orang tua gadis itu?kenapa kau membunuh mereka?”tanyaku dengan
menahan amarah, saat itu mataku memerah karena menahan air mata dan amarah yang
hampir meledak. “mereka mengetahui bisnis illegal ku. Yaitu menjual organ tubuh
manusia.mereka melihatku saat aku sedang bertransaksi dan gadis itu mendegar
saat orang tua mereka berbicara mengenai hal itu.”katanya dengan tatapan
serius.
“kau telah menjadi iblis.
Kau sudah hidup demi uang. Kau sudah membunuh banyak orang demi ketamakanmu.
Kau takkan hidup dengan tenang.”kataku menyumpahi. “kau sudah mengetahui
semuanya, kau dan juga teman-temanmu tidak bisa keluar hidup-hidup Rea.”
Katanya serius. “kau boleh membunuhku tapi jangan mereka.”kataku “ apa kau
berusaha menjadi pahlawan Rea?sejak kapan kau peduli pada seseorang?”katanya
meledek dan mendekat kearahku hingga jarak kami hanya 1 langkah saja. “aku beri
kau pilihan, tentunya dengan jaminan aku akan membebaskan kalian. namun ada
syaratnya, serahkan yui padaku dan jangan mencarinya lagi atau kau yang ingin
membunuhnya?”tawarnya.
Sejenak aku memproses maksud
kata-katanya barusan. “kalau kau ingin membunuh yui. Kenapa kau tak melakukannya
saat kau hendak menculiknya kemarin?”tanyaku bingung. “pertanyaan bagus. Jika
aku membunuhnya saat itu, maka kasus itu akan menjadi kasus penculikan dan
polisi akan menyelidikinya sampai akar. Namun berbeda dengan sekarang, kasus
ini akan dianggap sebagai kasus anak hilang, lama-lama kasus ini akan tenggelam
dengan sendirinya. Situasi sekarang akan lebih menguntungkan kami dari pada
saat itu.”katanya panjang lebar. “bagaimana jika kami meberitaunya pada
polisi?”tanyaku menantang. “aku akan selalu memantau gerak-gerik kalian. Jika
kalian melakukan hal yang mencurigakan, maka kalian dan orang terdekat kalian
akan dalam bahaya.”jelasnya
“kau benar-benar
menyeramkan.”kataku seolah meledek namun dalam hati aku benar-benar takut pada
orang ini. “bagaimana?apa yang akan kau pilih?”tanyanya dengan santai.
“bolehkah aku tau, kenapa kau ingin membunuh yui?”tanyaku penasaran “karena aku
tidak mau dia menjadi batu sandunganku dikemudian hari, sama halnya dengan
dirimu.”katanya, “maksudmu?”tanyaku bingung. “dia adalah putri dari wanita yang
aku nikahi sekarang. Dengan kata lain, dia adalah putri angkatku”jelasnya,
sekali lagi aku dibuat terkejut olehnya “dia adalah ayah yui?”tanyaku dalam
hati.
“kau ingin membunuh anakmu
sendiri?”tanyaku tak percaya “pada anak kandungku, aku berani merusak masa
depannya. Kenapa tidak pada anak angkatku? Bukankah kau bilang aku bukan
manusia” jelasnya dengan senyum licik. Beberapa detik tak ada suara yang keluar
dari mulut kami dan kemudian “aku rasa sudah cukup reoni antara ayah dan anak.
Serahkan yui atau bunuh dia?”tanyanya sekali lagi dengan ekspresi menyeramkan.
Aku masih menatapnya tak percaya dan terus berfikir apa yang harus aku lakukan.
#Yui#
Sudah cukup lama kami
menunggu kedatangan Rea, kami berharap dia baik-baik saja. Aku duduk bersender
di tembok dan memperhatikan Riu yang aku rasa sedang mencemaskan akemi atau
mungkin Rea? Aku juga tak tau pasti. Dan juga Miuji yang berada di samping Riu
untuk menghibur temannya itu. Tiba-tiba Miuji berdiri dan melihat-lihat
sekeliling ruangan “ruangan ini cukup bersih dan luas untuk tempat para sandera
seperti kita kan?bagaimana menurut kalian?” Tanya miuji memecah kesunyian.
Sayangnya aku dan Riu sama sekali tak merespon pertanyaannya tadi, namun itu
tak membuat dia putus asa “hei…hei…kalian itu terlalu serius. Akemi dan Rea itu
gadis yang kuat dan yah.. menyeramkan. Jadi, jangan terlalu khawatir dan
semangatlah. Kalian tau, tampang kalian saat ini seperti tawanan yang hendak
menunggu dieksekusi, ckckck.”ocehnya membuat suasana menjadi lebih hangat.
Tiba-tiba pintu terbuka dan
terlihat sosok Rea yang hendak masuk ruangan dan ia tak sendiri, ia bersama
dengan akemi yang sedang tertidur di
kursi roda. Sontak kami semua sangat senang dan ingin menghampiri mereka, namun
terhenti saat melihat rea memasang muka dengan tatapan kosong dan dari belakang rea, pria menyeramkan itu masuk kedalam ruangan.
Yang membuatku sangat terkejut adalah sosok yang berdiri tak jauh dari pria
menyeramkan itu “ayah”kataku pelan tak percaya melihatnya. “bagaimana bisa ayah
ada disini?”tanyaku dan membuat Riu dan
Miuji menatapku tak percaya.terlintas dalam pikiranku yang membuat pikiranku
kacau dan tak percaya, “mungkinkah ayah, orang di balik semua ini dan kau
adalah ayah Rea?” tanyaku masih tak percaya. Namun tak ada satupun yang
menjawab pertanyaanku.
“Rea, jawablah. Apa itu
benar?”tanyaku pada Rea, namun gadis itu tak menjawab pertanyaanku, ia berjalan
menuju arah Riu sambil mendorong akemi. “jaga dia, tak akan kesempatan kedua
untuk ini.”kata Rea pelan namun terdengar jelas oleh kami. selesai menyerahkan
akemi pada Riu, Rea beralih berjalan menghampiriku.
Sekarang, iapun berada di
hadapanku “kau benar, dia adalah ayahmu dan dia juga ayahku. Apa kau masih
menganggapku teman?”tanyanya padaku dengan ekspresi tak bisa ku tebak. “tentu
saja. Kau adalah temanku, kenapa kau bertanya itu?”tanyaku heran. “kalau
begitu, apa kau rela mati demi kami?”tanyanya lagi hingga membuatku, Riu dan
Miuji tak percaya akan pertanyaannya barusan. “ Rea apa yang kau katakan
barusan?”Tanya Riu dengan bingung. “hei, gadis dingin. Sekarang bukan waktunya
bercanda.” Sambung miuji.
“jawablah!”kata rea sedikit
membentakku, aku masih bingung dengan perkataannya namun akhirnya aku
menjawabnya “aku tidak mengerti kenapa kau tiba-tiba bersikap seperti ini, tapi
kalau memang itu satu-satunya cara. Aku rela.”kataku dengan pasrah. Rea
menatapku tak percaya “nyawa bukanlah permainan, jadi jangan begitu saja
menjawabnya tanpa berfikir dahulu.”katanya sambil mengeluarkan sebuah benda
dari saku jasnya, itu adalah pisau!
“katakan sekali lagi, apa
kau rela mati demi kami?”tanyanya dengan nada lebih kencang. Aku menatapnya tak
percaya namun aku menganggukkan kepalaku sebagai tanda aku rela mengorbankan
diriku. Iapun pasrah dengan kenyataan “kau yang menginginkannya”katanya. “hei, apa kau sudah gila!”kata riu dan hendak
menghentikan Rea namun dihentikan oleh pria berbadan besar begitu pula dengan
miuji.
Aku melihat Rea hendak
mengambil ancang-ancang untuk menusukku dan aku melihat ekspresi pria
menyebalkan dan ayah tersenyum licik. Dalam hati aku berfikir “apa ini akhir
dari hidupku?mati di tangan temanku sendiri?” dan Rea pun mengarahkan pisaunya
ke perutku.
~to be continue~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar