Label

Jumat, 07 September 2012

I'm Not Alone #episode 5#



#Rea#

“wah wah…kalian berani sekali datang kemari. Kali ini kami tak mengundang kalian, kenapa kalian kesini?”kata seseorang pria dari arah belakang kami. suara itu cukup familiar di telingaku, aku menoleh kearah sumber suara dan menemukan pria yang dulunya pernah menyekap Yui,sedang berdiri dengan santai dan memasang eskpresi senyum palsu. “bawa mereka masuk kedalam.” Perintah pria itu pada anak buahnya, Riu hendak melawan namun dapat dihentikan, kamipun menurut untuk dibawa masuk kedalam tanpa perlawanan.

Kami disekap disebuah kamar yang aku rasa tempat ini memang digunakan untuk menyekap sandera. Aku terdiam dipojok ruangan, termenung dalam pikiranku sendiri “Rea, kau baik-baik saja? Jika kau punya masalah katakanlah pada kami.”kata yui khawatir. Aku diam tak mengindahkan pertanyaannya, ia menarik tubuhku hingga kami bertatap muka “dengar Rea, kita adalah teman. Kau adalah teman kami, maka cobalah untuk tidak menanggung masalah sendirian.”katanya serius, “teman?”kataku pelan dan berfikir, aku beralih dan menatap Riu dengan tajam.

“apa kau masih menganggapku teman, jika ternyata orang tuaku berada dibalik semua ini? Apa kau masih bersikap baik seperti ini jika adikmu akan mati di tangan orang tuaku?” tanyaku pada Riu. “apa?”Tanya riu dengan ekspresi bingung “tempat ini adalah rumah idaman keluargaku. Lambang bros itu diambil dari matahari kesukaan dari ibuku dan bulan kesukaan ayahku.apa kau mengerti?” jelasku dengan rasa bersalah. Riu, Yui dan Miuji menatapku tak percaya dan kemudian Riu menghampiriku dengan tatapan marah, iapun menarik kerah bajuku sehingga jarak antar kami sangat dekat.

Ia menatapku dengan marah “hei, kau tau apa arti teman? Apa kau yang melakukannya? Kalau memang orang tuamu yang melakukannya, mamangnya kenapa?!” teriaknya dengan nada yang cukup keras. Aku hanya menatapnya terpaku tanpa bisa berbicara, lalu ia melepas tangannya dari kerahku. “kau, miuji dan yui adalah temanku. jadi Rea, kali ini kau bisa percaya pada kami.”katanya lebih tenang dan memunggungiku “itu benar, kau tidak sendiri lagi Rea.”kata yui sambil memegang bahuku “dasar bodoh!”kata miuji sambil memukul pelan kepalaku lantas ia tersenyum hangat padaku. “aku tidak sendiri?”tanyaku dalam hati, aku hanya terdiam memikirkannya tiba-tiba ada seseorang yang membuka pintu tersebut dan ternyata pria menyebalkan itu.

Dia datang dan menghampiriku, “ ’orang itu’ ingin menemuimu, ikut aku!”perintahnya kemudian berbalik pergi namun aku hanya diam diposisiku, ia menyadari aku tak mengikutinya dan berbalik lagi ke arahku, kemudian ia menarikku paksa. Yui, Riu dan Miuji hendak menghentikannya namun dihadang oleh laki-laki bertubuh besar lainnya. Aku melepas genggaman pria itu dengan keras “lapaskan tanganku.” kataku  dengan tatapan tajam. “baiklah” Katanya singkat ,ia pun melangkah pergi dari ruangan dan aku mengikutinya dari belakang. “Rea” yui memanggil namaku dengan nada khawatir, “aku akan kembali”kataku singkat dan akhirnya pergi.

Sekitar 3 menit kami berjalan dan sampailah di ruangan yang dituju, saat pintu di buka aku melihat seseorang pria berdiri menghadap jendela “kalian keluarlah. Aku ingin berbicara berdua saja dengannya.” Kata pria itu, dalam hati aku bertanya “mungkinkah dia…”
Sekarang tinggal aku dan pria itu di ruangan ini, iapun membalikkan badannya “lama tak berjumpa anakku..”sapanya dengan ekspresi yang aneh “ayah”kataku dalam hati dengan sedikit terkejut.

“ohh…apa kau tak terkejut bahwa ayahmu ini yang berada di balik semua ini?”tanyanya seperti meledek. “aku sudah mengiranya.”kataku singkat, “wahh…benarkah?ternyata tanpa kamipun kau tumbuh menjadi gadis yang sangat pintar.”katanya sinis. Aku hanya terdiam dan menatapnya tajam “bagaimana kau bisa mengetahuinya?”Tanya pria itu penasaran. Aku terdiam sejenak “lepaskan akemi. Untuk apa kau ingin membunuh orang yang tidak memiliki harapan untuk hidup?”kataku mengalihkan pembicaraan. “bukan hanya pintar menganalisa tapi kau juga pintar dalam mengelak”katanya sambil tersenyum licik.

“tenang saja, gadis itu belum mati..”belum selesai dia bicara aku sudah mencela perkataannya “tak cukup kau membunuh orang tua gadis itu dan sekarang kau ingin membunuhnya juga?apa yang kau incar?apa yang kau lindungi sekeras itu hingga kau menjadi pembunuh berdarah dingin ayah??”tanyaku dengan nada keras. “ayah?hahaha..”katanya dengan tertawa tak percaya “apa kau masih menganggapku ayah, Rea?”lanjutnya dengan tampang menyebalkan, aku tak bisa menjawabnya karena aku juga bingung dengan hatiku sendiri.

“itu salah mereka karena ingin mengetahui hal yang tidak boleh mereka ketahui. Apa kau ingin tahu alasan aku membunuh mereka Rea? Jika kau tahu mungkin kau akan bernasib sama dengan mereka. Apa kau siap?” tanyanya mengancam. “aku tidak mengenalmu lagi? Wajahmu mungkin wajah ayah namun sikapmu tidak seperti seorang ayah.”kataku sedih. “haha…kau benar. Ayah yang kau kenal sudah mati sejak kakekmu memutuskan untuk tidak mewariskan hartanya kepadaku. orang tua itu, telah salah memilihmu dan menjadikanmu pemilik sah dari semua hartanya, akulah yang pantas memilikinya. Jadi jangan salahkan aku pada apa yang terjadi padamu selama ini. ”katanya dengan licik. “apa maksudmu?apa kau juga memanipulasi hidupku?”tanyaku bingung “bukan hanya hidupmu namun hidup mati kakekmu dan juga ibumu.”katanya tersenyum seperti setan.

“jadi, kau membunuh kakek dan ibu?”tanyaku tak percaya “kakekmu bukan meninggal karena penyakitnya namun akulah yang membuatnya sakit dan meninggal…”perkataannya itu membuatku mundur kebelakang tak seimbang, “dan ibumu, dia belum meninggal. Hanya saja karena mengetahui semua yang aku lakukan, dia menjadi sedikit tidak waras.”lanjutnya dengan tertawa pelan. “kalau kau membenci aku dan ibu, kenapa kau membeli rumah ini dan kenapa kau memakai lambang matahari dan bulan?”Tanyaku tak sabar. Dia terdiam sejenak seakan berfikir sesuatu, “rumah ini sudah ku beli bertahun-tahun lalu, saat kau menginginkannya dan lambang itu melambangkan kekuasaan dari setiap harinya. Jadi jangan pernah berfikir itu semua karena kalian. Kau sungguh naif, Rea” jelasnya, membuatku terdiam tak percaya akan semua ini sekaligus perasaan yang hancur.

“ada apa rea?kenapa kau diam saja?hahaha…kali ini, apa kau terkejut?”tanyanya dengan tertawa penuh kemenangan. Aku menarik napas dalam-dalam dan mengepalkan tanganku erat, “lalu bagaimana dengan orang tua gadis itu?kenapa kau membunuh mereka?”tanyaku dengan menahan amarah, saat itu mataku memerah karena menahan air mata dan amarah yang hampir meledak. “mereka mengetahui bisnis illegal ku. Yaitu menjual organ tubuh manusia.mereka melihatku saat aku sedang bertransaksi dan gadis itu mendegar saat orang tua mereka berbicara mengenai hal itu.”katanya dengan tatapan serius.

“kau telah menjadi iblis. Kau sudah hidup demi uang. Kau sudah membunuh banyak orang demi ketamakanmu. Kau takkan hidup dengan tenang.”kataku menyumpahi. “kau sudah mengetahui semuanya, kau dan juga teman-temanmu tidak bisa keluar hidup-hidup Rea.” Katanya serius. “kau boleh membunuhku tapi jangan mereka.”kataku “ apa kau berusaha menjadi pahlawan Rea?sejak kapan kau peduli pada seseorang?”katanya meledek dan mendekat kearahku hingga jarak kami hanya 1 langkah saja. “aku beri kau pilihan, tentunya dengan jaminan aku akan membebaskan kalian. namun ada syaratnya, serahkan yui padaku dan jangan mencarinya lagi atau kau yang ingin membunuhnya?”tawarnya.

Sejenak aku memproses maksud kata-katanya barusan. “kalau kau ingin membunuh yui. Kenapa kau tak melakukannya saat kau hendak menculiknya kemarin?”tanyaku bingung. “pertanyaan bagus. Jika aku membunuhnya saat itu, maka kasus itu akan menjadi kasus penculikan dan polisi akan menyelidikinya sampai akar. Namun berbeda dengan sekarang, kasus ini akan dianggap sebagai kasus anak hilang, lama-lama kasus ini akan tenggelam dengan sendirinya. Situasi sekarang akan lebih menguntungkan kami dari pada saat itu.”katanya panjang lebar. “bagaimana jika kami meberitaunya pada polisi?”tanyaku menantang. “aku akan selalu memantau gerak-gerik kalian. Jika kalian melakukan hal yang mencurigakan, maka kalian dan orang terdekat kalian akan dalam bahaya.”jelasnya

“kau benar-benar menyeramkan.”kataku seolah meledek namun dalam hati aku benar-benar takut pada orang ini. “bagaimana?apa yang akan kau pilih?”tanyanya dengan santai. “bolehkah aku tau, kenapa kau ingin membunuh yui?”tanyaku penasaran “karena aku tidak mau dia menjadi batu sandunganku dikemudian hari, sama halnya dengan dirimu.”katanya, “maksudmu?”tanyaku bingung. “dia adalah putri dari wanita yang aku nikahi sekarang. Dengan kata lain, dia adalah putri angkatku”jelasnya, sekali lagi aku dibuat terkejut olehnya “dia adalah ayah yui?”tanyaku dalam hati.

“kau ingin membunuh anakmu sendiri?”tanyaku tak percaya “pada anak kandungku, aku berani merusak masa depannya. Kenapa tidak pada anak angkatku? Bukankah kau bilang aku bukan manusia” jelasnya dengan senyum licik. Beberapa detik tak ada suara yang keluar dari mulut kami dan kemudian “aku rasa sudah cukup reoni antara ayah dan anak. Serahkan yui atau bunuh dia?”tanyanya sekali lagi dengan ekspresi menyeramkan. Aku masih menatapnya tak percaya dan terus berfikir apa yang harus aku lakukan.


#Yui#

Sudah cukup lama kami menunggu kedatangan Rea, kami berharap dia baik-baik saja. Aku duduk bersender di tembok dan memperhatikan Riu yang aku rasa sedang mencemaskan akemi atau mungkin Rea? Aku juga tak tau pasti. Dan juga Miuji yang berada di samping Riu untuk menghibur temannya itu. Tiba-tiba Miuji berdiri dan melihat-lihat sekeliling ruangan “ruangan ini cukup bersih dan luas untuk tempat para sandera seperti kita kan?bagaimana menurut kalian?” Tanya miuji memecah kesunyian. Sayangnya aku dan Riu sama sekali tak merespon pertanyaannya tadi, namun itu tak membuat dia putus asa “hei…hei…kalian itu terlalu serius. Akemi dan Rea itu gadis yang kuat dan yah.. menyeramkan. Jadi, jangan terlalu khawatir dan semangatlah. Kalian tau, tampang kalian saat ini seperti tawanan yang hendak menunggu dieksekusi, ckckck.”ocehnya membuat suasana menjadi lebih hangat.

Tiba-tiba pintu terbuka dan terlihat sosok Rea yang hendak masuk ruangan dan ia tak sendiri, ia bersama dengan akemi yang sedang tertidur  di kursi roda. Sontak kami semua sangat senang dan ingin menghampiri mereka, namun terhenti saat melihat rea memasang muka dengan tatapan kosong dan  dari belakang rea,  pria menyeramkan itu masuk kedalam ruangan. Yang membuatku sangat terkejut adalah sosok yang berdiri tak jauh dari pria menyeramkan itu “ayah”kataku pelan tak percaya melihatnya. “bagaimana bisa ayah ada disini?”tanyaku dan  membuat Riu dan Miuji menatapku tak percaya.terlintas dalam pikiranku yang membuat pikiranku kacau dan tak percaya, “mungkinkah ayah, orang di balik semua ini dan kau adalah ayah Rea?” tanyaku masih tak percaya. Namun tak ada satupun yang menjawab pertanyaanku.

“Rea, jawablah. Apa itu benar?”tanyaku pada Rea, namun gadis itu tak menjawab pertanyaanku, ia berjalan menuju arah Riu sambil mendorong akemi. “jaga dia, tak akan kesempatan kedua untuk ini.”kata Rea pelan namun terdengar jelas oleh kami. selesai menyerahkan akemi pada Riu, Rea beralih berjalan menghampiriku.

Sekarang, iapun berada di hadapanku “kau benar, dia adalah ayahmu dan dia juga ayahku. Apa kau masih menganggapku teman?”tanyanya padaku dengan ekspresi tak bisa ku tebak. “tentu saja. Kau adalah temanku, kenapa kau bertanya itu?”tanyaku heran. “kalau begitu, apa kau rela mati demi kami?”tanyanya lagi hingga membuatku, Riu dan Miuji tak percaya akan pertanyaannya barusan. “ Rea apa yang kau katakan barusan?”Tanya Riu dengan bingung. “hei, gadis dingin. Sekarang bukan waktunya bercanda.” Sambung miuji.

“jawablah!”kata rea sedikit membentakku, aku masih bingung dengan perkataannya namun akhirnya aku menjawabnya “aku tidak mengerti kenapa kau tiba-tiba bersikap seperti ini, tapi kalau memang itu satu-satunya cara. Aku rela.”kataku dengan pasrah. Rea menatapku tak percaya “nyawa bukanlah permainan, jadi jangan begitu saja menjawabnya tanpa berfikir dahulu.”katanya sambil mengeluarkan sebuah benda dari saku jasnya, itu adalah pisau!

“katakan sekali lagi, apa kau rela mati demi kami?”tanyanya dengan nada lebih kencang. Aku menatapnya tak percaya namun aku menganggukkan kepalaku sebagai tanda aku rela mengorbankan diriku. Iapun pasrah dengan kenyataan “kau yang menginginkannya”katanya.  “hei, apa kau sudah gila!”kata riu dan hendak menghentikan Rea namun dihentikan oleh pria berbadan besar begitu pula dengan miuji.

Aku melihat Rea hendak mengambil ancang-ancang untuk menusukku dan aku melihat ekspresi pria menyebalkan dan ayah tersenyum licik. Dalam hati aku berfikir “apa ini akhir dari hidupku?mati di tangan temanku sendiri?” dan Rea pun mengarahkan pisaunya ke perutku.

~to be continue~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar